MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Dosen
Pembimbing:
Dr.
Anwar Abbas M.Ag
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Oleh:
Suci
Hanifa (1111046100021)
A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki berbagai
pengertian, diantaranya:
Menurut Mutiara S.
Panggabean, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja
antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan,
sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka.[1]
Kemudian menurut Malayu S.P. Hasibuan
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen sumberdaya manusia. Dan
istilah ini mempunyai sinonim dengan separation, pemisahan atau pemutusan
hubungan kerja (PHK). [2]
Sedangkan menurut Sondang P. Siagian
pemutusan hubungan kerja adalah ketika ikatan formal antara organisasi selaku
pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus.[3]
Menurut Suwatno Pemutusan hubungan
kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.[4]
Dan
terakhir menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Pasal 1 ayat 25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja atau buruh dan pengusaha.[5]
Maka
dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga dapat
disebut dengan Pemberhentian, Separation atau Pemisahan memiliki
pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu
yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
B. Fungsi, Tujuan dan Arti Penting Pemutusan Hubungan Kerja
Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah
sebagaio berikut:
1.
Mengurangi biaya tenaga
kerja
2.
Menggantikan kinerja yang
buruk. Bagian integral dari manajemen adalah mengidentifikasi kinerja yang
buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
3.
Meningkatkan inovasi. PHK
meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan, yaitu:
a.
Pemberian penghargaan
melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.
b.
Menciptakan kesempatan
untuk level posisi yang baru masuk
c.
Tenaga kerja dipromosikan
untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya yang dapat memberikan
inovasi/menawarkan pandangan baru.
4.
Kesempatan untuk perbedaan
yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untuk mempekerjakan karyawan dari
latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan ulang komposisi budaya
dan jenis kelamin tenaga kerja.[6]
Tujuan
Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya
perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1.
Perusahaan/ pengusaha
bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik dan efektif salah
satunya dengan PHK.
2.
Pengurangan buruh dapat
diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan dan mendapatkan
kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif, menurunnya
permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah dan
meningkatnya persaingan.
Tujuan lain
pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan
tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu
faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.[7]
C. Prinsip-prinsip Pemutusan Hubungan Kerja
Prinsip-prinsip
dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme pemutusan
hubungan kerja.
Maka alasan
pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti
seperti karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2.
Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat
ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3.
Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu
karena alasan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.
Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu
sesuai dengan peraturan perusahaan yang disepakati.
5.
Kontrak kerja berakhir
6.
Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian
karyawan. Ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau keinginan karyawan
yang juga telah diatur berdasarkan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
7.
Meninggal dunia
8.
Perusahaan dilikuidisasi
Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau
ditutup karena bangkrut.[8]
D. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut
Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan
hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.[9]
1.
Pemutusan Hubungan Kerja
Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian sementara.
·
Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan
pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan,
keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini
disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih
memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
·
Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan
sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan
bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan
mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat
meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia
yang hati-hati dan teliti.
2.
Pemutusan Hubungan Kerja
Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan kematian.
·
Atrisi atau pemberhentian
tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri,
pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali ileh pekerja individual, bukan
oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih
menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses
perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
·
Terminasi adalah istilah
luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan karena alasan
tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat dari
perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan
bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka
pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja dengan
sukses.
·
Kematian dalam pengertian
pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi perusahaan, karena
terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk penarikan tenaga kerja,
seleksi, orientasi, dan pelatihan.
Menurut
Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu:
1.
Permberhentian Sementara
biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan kerjanya bersifat
tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman, Karyawan yang
dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah berbuat
tindak pidana kejahatan.
2.
Pemberhentian Permanen
sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja antara karyawan
dengan perusahaan tempat bekerja. [10]
Kemudian menurut
Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis,
diantaranya:[11]
1.
Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover) hal ini terjadi jika
karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.
2.
Pemberhentian Karyawan
karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagi oleh organisasi (Lay
Off).
3.
Pemberhentian karena sudah
mencapai umur pensiun (Retirement).
Saat berhenti biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.
4.
Pemutusan hubungan kerja
yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini pengusaha mmutuskan
hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya pengurangan aktivitas
atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan pekerja.
Melalui
dua sumber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian hubungan
kerja (PHK) adalah:
a.
Pemberhentian Hubungan
Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri
ataupun karena perusahaan dengan tujuan yang jelas.
b.
Pemberhentian Hubungan
Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu
·
Keinginan sendiri
·
Kontrak yang Habis
·
Pensiun
·
Kehendak Perusahaan
E. Proses dan Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
Permberhentian
Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai
dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka
menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai
berikut:[12]
a.
Musyawarah karyawan dengan
pimpinan perusahaan.
b.
Musyawarah pimpinan serikat
buruh dengan pimpinan perusahaan.
c.
Musyawarah pimpinan serikat
buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
d.
Musyawarah pimpinan serikat
buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
e.
Pemutusan hubungan
berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian
menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah
tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12
tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan
izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin
memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat
izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum
didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan
karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun
sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan
efisiensi dengan:
·
Mengurangi shift kerja
·
Menghapuskan kerja lembur
·
Mengurangi jam kerja
·
Mempercepat pensiun
·
Meliburkan atau merumahkan
karyawan secara bergilir untuk sementara[13]
F.
Konsekwensi Pemutusan
Hubungan Kerja
Konsekwensi dapat
juga diartikan sebagai Kerugian, maka menurut balkin, Mejia dan Cardy
(1995:231) terdiri atas hal-hal berikut:
1.
Biaya recruitment,
meliputi:
·
Mengiklankan lowongan kerja
·
Menggunakan karyawan recruitment
yang professional sehingga banyak yang melamar untuk bekerja.
·
Untuk mengisi jabatan
eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan perusahaan pencarai yang
umumnya menggunakan 30% dari gaji tahunan karyawan.
2.
Biaya Seleksi, melliputi:
·
Biaya interview dengan
pelamar pekerjaan.
·
Biaya testing/psikotes
·
Biaya untuk memeriksa ulang
referensi
·
Biaya penempatan
3.
Biaya Pelatihan, meliputi:
·
Orientasi terhadap nilai
dan budaya perusahaan
·
Biaya training secara
langsung
·
Waktu untuk memberikan
training
·
Kehilangan produktivitas
pada saat training
4.
Biaya Pemutusan hubungan
kerja, meliputi:
·
Pesangon untuk karyawan
yang diberhentikan sementara tanpa kesalahan
·
Karyawan tetap mendapatkan
tunjangan kesehatan sampai mendapatkan
pekerjaan baru.
·
Biaya asuransi bagi
karyawan yang di PHK namun belum bekerja lagi
·
Wawancara pemberhentian
dengan tujuan untuk mencari alasan mengapa tenaga kerja meninggalkan
perusahaan.
·
Bantuan penempatan
merupakan program diamana perusahaan membantu karyawan mendapatkan pekerjaan
baru lebih cepat dengan memberikan training pekerjaan
·
Posisi yang kosong akan
mengurangi keluaran atau kualitas jasa klien perusahaan atau pelanggan.[14]
Menurut
Joko Rahardjo pemberhentian karyawan oleh perusahaan dapat menimbulkan beberapa
konsekwensi memberikan pesangon untuk karyawan dengan aturan sebagai berikut:
·
Masa percobaan dan Kontrak
tanpa pesangon
·
Masa kerja 1 tahun atau
kurang mendapatkan 1 bulan upah bruto
·
Masa kerja 1 tahun sampai 2
tahun mendapatkan 2 bulan upah bruto
·
Masa kerja 2 tahun sampai 3
tahun mendapatkan 3 bulan upah bruto
·
Masa kerja 3 tahun dan
seterusnya mendapatkan 4 bulan upah bruto
Konsekwensi pemberhentian
disamping berbentuk pesangon juga harus memperhitungkan uang jasa dengan
rincian sebagai berikut:
·
Masa Kerja 5 sampai 10
tahun mendapatkan uang jasa 1 bulan upah bruto
·
Masa Kerja 10 sampai 15
tahun mendapatkan uang jasa 2 bulan upah bruto
·
Masa Kerja 15 sampai 20
tahun mendapatkan uang jasa 3 bulan upah bruto
·
Masa Kerja 20 sampai 25
tahun mendapatkan uang jasa 4 bulan upah bruto
·
Masa Kerja 25 dan
seterusnya mendapatkan uang jasa 5 bulan upah bruto[15]
G. Larangan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja
Pemerintah tidak
mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat (1)
Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan
pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:
1.
Pekerja/buruh berhalangan
masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui
12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
2.
Pekerja/buruh berhalangan
menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
3.
Pekerja/buruh menjalankan
ibadah yang diperintahkan agamanya
4.
Pekerja/buruh menikah
5.
Pekerja/burh perempuan
hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
6.
Pekerja/buruh mempunyai
pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan pekerja/buruh lainnya di
dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau PKB.
7.
Pekeerja/buruh mendirikan,
menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh melakukan
kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam
kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
8.
Pekerja/buruh yang
mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang
melakukan tindak pidana kejahatan
9.
Karena perbedaan paham,
agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi
fisik atau status perkawinan.
10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar
kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat
keterangan dokter yang jangka waktu penembuhannya belum dapat dipastikan.[16]
H. Pemensiunan Sumber Daya Manusia/ Karyawan
Pensiun
adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun
keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempesiunkan karyawan karena
produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik,
kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan dan sebagainya.[17]
Undang-Undang
mempensiunkan seseorang karena karena telah mencapai batas usia dan masa kerja
tertentu. Kemudian pensiun karena keinginan pegawai adalah pensiun atas
permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapau masa
kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan.[18]
[1]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.121
[2]
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi aksara, Jakarta, Juli 2012,
Cet. 12, h. 208
[3]
Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 2012
h.175
[4]
Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia
dalam OPrganisasi public dan bisnis, Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2,
h. 286
[5]
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, CAPS Yogyakarta, 2012, Cet. 1 h.
130
[6]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.122
[7]
Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis,
Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 289
[8]
Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis,
Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 287
[9]
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, CAPS Yogyakarta, 2012, Cet. 1 h.
131
[10]
Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar
Maju, Jakarta, 2009, h.
[11]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.121
[12]
Joko Rahardjo, Paradigma Baru Manajemen
Sumber Daya Manusia, Platinum, Januari, 2013 Cet. 1, h. 150
[13]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.122
[14]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.123
[15]
Joko Rahardjo, Paradigma Baru Manajemen
Sumber Daya Manusia, Platinum, Januari, 2013 Cet. 1, h. 145
[16]
Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis,
Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 292
[17]
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi aksara, Jakarta, Juli
2012, Cet. 12, h. 212
[18]
Ibid h.212