Jumat, 26 April 2013

Pajak Penghasilan atas Penghasilan tertentu


Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu terkandung dalam Pasal 4 Ayat (2)  Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan Pasal tersebut Pajak Penghasilan yang bersifat final terdiri atas:
1.      Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2.      Penghasilan berupa hadiah undian
3.      Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4.      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5.      Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
-          perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
-          kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
-          berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
-          pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
-          memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya.
 Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata carapelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diaturdengan Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara.
A.    Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
1.      Pengertian:
Deposito yang dimaksud adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposit on call, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2.      Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah Nomor 131 tahun 2000.
3.      Objek Pajak:
a.       Bunga Deposito dan Tabungan, termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau tempat kedudukan di Indonesia atau cabang Bank luar negeri di Indonesia.
b.      Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
4.      Tarif dan Sifat Pemotongan Pajak:
a.       Sebesar 20% dari Jumlah Bruto dan Bersifat Final, atas bunga dan Diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan baik orang pribadi maupun badan dalam negeri dan BUT di Indonesia.
b.      Sebesar 20% dari jumlah Bruto atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dan Bersifat final.
5.      Pengecualian dari Pemotongan Penghindaran Pajak Penghasilan.
a.       Bunga dari Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp.7.500.000,00 dan bukan meupakan jumlah yang dipecah-pecah.
b.      Bunga dan Diskonto yang diterima atau diperoleh Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang Bank Luar Negeri di Indonesia
c.       Bunga Deposito dan Tabungan, serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d.      Bunga Tabungan pada Bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana kaveling siap bangun untuk rumah sederhana  dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Pemberian pengecualian dari pemotongan PPh kepada dana pensiun berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar. SKB diberikan terhadap tabungan dan deposito serta diskonto SBI
6.      Contoh Penghitungan
·         Tuan Budi menyimpan uang di Bank A berbentuk deposito sebesar Rp.100.000.000,00 dengan tingkat suku bunga 12% per tahun sehingga menerima bunga setiap bulan sebesar Rp.1.000.000,00
Bunga sebesar Rp.1.000.000,00 dipotong PPh pasal 4 ayat (2)  sebesar:
Rp.1.000.000,00 x 20% = Rp.200.000,00
Uang yang diterima Tuan Budi dari bunga deposito per bulan sebesar:
Rp.1.000.000,00 - Rp.200.000,00 = Rp.800.000,00
·         Tuan Aditya Menyimpan Uang di Bank A berbentuk deposito sebesar Rp.7.000.000,00 dengan tingkat suku bunga 12% per tahun sehingga menerima bunga setiap bulan sebesar Rp.70.000,00 atas bunga sebesar Rp.70.000,00 tidak dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) karena nilai deposio kurang dari Rp.7.500.000,00
B.     Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
1.      Pengertian
Obligasi adalah surat utang atau surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat Final.
2.      Dasar Hukum
Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009 ditetapkan tanggal 9 Februari 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
3.      Objek Pajak dan Pengecualiannya:
Objek Pajak yang dimaksud adalah pendapatan atas bunga obligasi sebagaimana dalam pengertian di atas. Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek Pajak jika penerimaannya adalah:
·         Wajib Pajak Dana Pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh.
·         Wajib Pajak Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
4.      Tarif Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga Obligasi ini adalah:
a.       Bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
·         15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
·         20% (dua puluh persen) aau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain BUT, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
b.      Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar:
·         15% (lima belas persen) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
·         20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain BUT, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atsa harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan.
c.       Diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
·         15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
·         20 % (dua puluh persen) atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain BUT, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi
d.      Bunga dan atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau dipeoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
·         0% (nol Persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010
·         5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013
·         10% (sepuluh persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya
5.      Pemotong PPh atas obligasi adalah:
a.       Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan Diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi
b.      Perusahaan efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara dan/atau pembeli atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
6.      Contoh Penghitungan dan Pemotongan SPN (Surat Perbendaharaan Negara)
a.       Pada Tanggal 1 Mei 2008, pemerintah A (emiten) menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara sebagai berikut:
·         Nilai nominal Rp.100.000.000,00
·         Jangka waktu SPN 12 (dua belas) bulan jatuh tempo tanggal 1 Mei 2009
·         PT D (investor) pada saat penerbitan perdana membeli SPN dengan harga Rp.94.000.000,00
·         PT D tetap memegang SPN tersebut hingga saat jatuh tempo
Penghitungan diskonto dan PPh final terutang oleh PT D pada saat jatuh tempo SPN adalah sebagai berikut:
·         Diskonto: Rp.100.000.000,00 – Rp.94.000.000,00 = Rp.6.000.000,00
·         PPh Final: 20% x Rp.6.000.000,00 = Rp.1.200.000,00
Dipotong oleh emiten atau kusodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran
b.      Pada contoh sebelumnya PT D tidak memegang SPN tersebut sampai saat jatuh tempo melainkan menjual seluruh SPN tersebut kepada PT M pada tanggal 1 Juli 2008 (di Pasar sekunder) melalui perusahaan efek PT X sekuritas dengan harga jual Rp.95.000.000,00. Penghitungan diskonto dan PPh final terutang oleh PT D pada saat penjualan SPN tanggal 1 juli 2008 adalah sebagai berikut:
·         Diskonto: Rp.95.000.000,00 – Rp.94.000.000,00 = Rp.1.000.000,00
·         PPh Final: 20% x Rp.1.000.000,00 = Rp. 200.000,00 dipotong oleh PT X sekuritas selaku pedagang perantara
c.       Pada tanggal 1 Agustu 2008 PT M menjual Surat Perbenndaharaan
C.     Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggita Koperasi orang Pribadi
1.      Objek Pajak dan Pengecualiannya:
Setiap bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota Koperasi orang pribadi merupakan Objek Pajak. Namum demikian atas penghasilan bunga simpanan yang jumlahnya tidak melebihi Rp.240.000,00 per bulan tidak dikenakan Pajak
2.      Tarif Pajak:
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga simpanan ini adalah:
a.       0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00
b.      10% (sepuluh persen) dari jumlah broto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp.240.000,00 per bulan
3.      Pemotong Pajak:
Pemotong Pajak ini adalah koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi.
D.    Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek
1.      Dasar Hukum
Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 / 1997 Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan atau penghasilan yang diterimaatau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Atas penghasilan yang diterima tau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut pajak penghasilan yang bersifat final. Pemungutan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final dan oleh karena itu apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari transaksi penjualan saham di bursa efek, penghasilan tersebut tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Demikian pula, pajak penghasilan yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan tang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
2.      Pengertian
a.       Bursa efek adalah penyelenggaraan transaksi jual beli efek, seperti Bursa Efek Indonesia dan Bursa Paralel Indoneia ;
b.      Perantara perdagangan efek adalah perusahaan yang telah menjadi anggota bursa yang melakukan transaksi jual beli efek di bursa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain ;
c.       Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana (initial public offering – IPO) menjadi  efektif.
Termasuk dalam pengertian pendiri adalah orang pribadi atau badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri karena:
a.       Warisan
b.      Hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosila atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan ;
c.       Cara lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori “pendiri” sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas.
Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
a.       Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana (initial public offering – IPO);
b.      Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
a.       Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham;
b.      Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana (initial public offering) yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya;
c.       Saham yang diperoleh pendri perusahaan reksadan.
3.      Tarif Pajak
a.       Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham, baik saham biasa maupun saham pendiri.
b.      Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri, terhadap pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai jual saham. Nilai jual saham dimaksud ditetapkan sebagai berikut.
·         Bagi perusahaan yang telah menjual sahamnya di bursa efek sebelum tanggal 1 Januari 1997, nilai jual saham ditetapkan sebesar nilai saham pada saat penutupan bursa diakhir tahun 1996 (30 Desember 1996).
·         Apabila saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah 1 Januari 1997, nilai jual saham tersebut ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini, atas penghasilan berupa capital gain dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan pilihannya itu kepada Direktur Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
4.      Pengenaan Pajak
Pengenaan pajak penghasilan sebesar 0,1% (satu per seribu) untuk setiap transaksi penjualan saham, dilakukan dengan cara pemotongan oleh penyelenggaraan burs efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Adapun tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% (setengah persen) dikenakan terhadap pemilik saham pendiri dan penyetornya dilakukan oleh emiten atas nama pemilik saham pendiri.
5.      Tata cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang sebesar 0,1% (nol koma satu persen) untuk setiap transaksi penjualan saham, dilakukan oleh penyelenggaraan bursa efek sebagai berikut.
a.       Pemotongan Pajak Penghasilan oleh penyelengaraan bursa efek dilakukan melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Transaksi penjualan saham di bursa efek hanya dapat dilakukan oleh investor melalui perantara pedagang efek, sehingga penyelenggaraan bursa efek tidak dapat melakukan pemotong secara langsung pada pihak yang menjual saham. Oleh karena itu, pemotongan Pajak Penghasilan harus dilakukan melalui perantara pedagang efek pada saat perantara tersebut melakukan pelunasan transaksi penjual tersebut kepada investor. Dengan demikian, perantara pedagang efek ikut bertanggung jawab atas pemotongan Pajak Penghasilan tersebut.
b.      Penyelenggara bursa efek wajib menyetor Pajak Penghasilan tersebut ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham. Sebagai contoh, untuk transaksi penjualan saham yang terjadi selama bulan September 1997, Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh penyelenggara bursa efek harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 20 Oktober 1997.
c.       Penyelenggaraan bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan yang sama dengan bulan penyetoran.
Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.
1.      Emiten atas nama yang terutang sebesar 0,5% kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos:
a.       Sebelum penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut telah diperdagangan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
b.      Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.
2.      Emiten wajib menyampaikan laporan mengenai penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut kepada Kepala Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh ) bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.
Laporan dimaksud sekurang-kurangnya berisikan:
a.       Nama dan NPWP pemilik saham pendiri;
b.      Nilai saham;
c.       Pajak Penghasilan Terutang;
d.      Tanggal penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke – 3.
3.      Emiten wajib melaporkan kepada penyelenggaraan bursa efek bahwa atas seluruh saham pendiri telah dibayarkan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%, sehingga untuk selanjutnya transaksi penjualan saham pendiri hanya dikenakan Pajak Penghasilan 0,1%.
6.      Contoh Perhitungan
Aturan Yang Berlaku Saat ini (PP no 14 Tahun 1997):
Besarnya pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari jumlah bruto transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1%.
Contoh:
Seseorang atau badan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp 100 per lembar. Maka ia dikenakan pajak penghasilan sebesar: 0,1% X Rp 1000 X Rp 100  = Rp 1000.

Pemegang saham pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 0,5% dari nilai transaksi penjualan pada saat penjualan umum saham perdana (IPO) dan bersifat final.
Contoh:
Pemegang saham pendiri menjual 1000 lembar saham pada saat IPO dengan harga pada saat IPO Rp 100 per lembar. Maka ia dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 0,5% X 1000 X 100 = Rp 5000

Aturan Yang Akan Dirilis Pemerintah:
Besarnya pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari jumlah bruto transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1%.
Contoh:
Seseorang atau badan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp 100 per lembar. Maka ia dikenakan pajak penghasilan sebesar : 0,1% X Rp 1000 X Rp 100  = Rp 1000.

Pemegang saham pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 5% yang dihitung dari keuntungan transaksi penjualan (capital gain) dan bersifat tidak final. Pajak Pph ini bisa dikreditkan di akhir tahun.
Contoh:
Pemegang saham pendiri menjual 1000 lembar saham dan harga per lembar 100. Ketika nantinya dijual ia misalnya mendapat keuntungan Rp 10. Maka ia dikenakan pajak penghasilan sebesar 5% X Rp10 = Rp 0,5. Tetapi besar pajak ini belum final, bisa dikreditkan akhir tahun buku. Pajak ini bisa mengurangi kewajiban perpajakan di akhir tahun buku.
E.     Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan
1.      Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh).
Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan adalah:
a.       penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
b.      penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
c.       penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
2.      Dasar Hukum
  1. Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
  2. Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-80/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
f.       Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-6/PJ.03/2008 tentang Penyampaian Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas P
3.      Pembayar atau Penyetor PPh
  1. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
  2. Bendahara Pemerintah atau Pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.

4.      Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
a.       Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
·         dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
·         dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat yang berwenang. NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya. Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
  1. Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan.
5.      Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh
a.       Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
b.      Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah, oleh Orang Pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
c.       Pengalihan hak kepada Pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
d.      Pengalihan hak sehubungan dengan warisan, berdasarkan SKB.
e.       Dalam rangka penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha dengan nilai buku, berdasarkan SKB.
6.      Tata Cara Penyetoran dan Pemungutan
  1. Orang Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan:
    1. Nama, alamat dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang bersangkutan.
    2. Lokasi tanah dan atau bangunan yang dialihkan
    3. Nama pembeli
  2. Orang Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
  3. Bendahara Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan.
F.     Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian
1.      Pengertian PPh atas hadiah undian
Pengenaan PPh atas hadiah undian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasila (PPh) Atas Hadiah Undian. Dalam peraturan tersebut, hadiah undian yang dibayarkan atau diserahkan kepada orang pribadi ataupun badan dikenakan PPh yang bersifat final.
Adapun pengertian hadiah undian disini adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian.[1] Pendapat lain, PPh atas hadiah undian adalah PPh yang dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa hadiah undian baik dalam bentuk uang, barang maupun kenikmatan.[2] Sedangkan maksud PPh yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan tertentu dimana mekanisme pemajakannya telah dianggap selesei pada saat dilakukan pemotongan, pemungutan, atau penyetoran sendiri Wajib Pajak yang bersangkutan.
2.      Pemotong atau pemungut PPh atas hadiah undian
Pemotong atau pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian yang dapat berbentuk orang pribadi, badan, kepanitiaan, organisasi, dan pengusaha.
3.      Tarif PPh atas Hadiah Undian
PPh atas hadiah undian adalah berupa hadiah undian dan bukan merupakan suatu imbalan langsung atas pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak, dan cara memperolehnya juga tidak memerlukan biaya dan tenaga sebagaimana yang terjadi dalam imbalan atas pekerjaan, maka PPh yang wajib dipotong atau dipungut atas hadiah undian adalah 25%.[3] Bagian 25% tersebut adalah dari :
1.      Jumlah bruto hadiah undian yang dibayarkan berupa uang, atau
2.      Nilai pasar hadiah undian yang berupa natura atau kenikmatan yang diserahkan.
Pemotongan atau pemungutan PPh tersebut bersifat final.[4]
Atas hadiah atau penghargaan, perlombaan, penghargaan dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan PPh sesuai ketentuan  berikut :
“ dikenakan PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 17 UU PPh, bila penerima Wajib Pajak orang pribadi Dalam Negeri dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% dan bersifat final dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dan persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku. Bila penerina Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT dikenakan pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.”
4.      Waktu terutang PPh atas hadiah undian
PPh atas hadiah undian terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atas diserahkannya hadiah undian. PPh dipotong atau dipungut oleh penyelenggara undian sebagai pemotong atau pemungut pajak, sebelum hadiah undian dibayarkan atau diserahkan kepada yang berhak. Untuk memastikan PPh yang dipotong oleh pihak penyelenggara undian telah disetorkan ke Kas Negara, Direktorat Jenderal Pajak membuat sitem pengawasan.  Penyelenggara undian wajib membuat dan memberikan bukti pemotongan PPh atas hadiah undian untuk setiap pembayaran atau penyerahan hadiah undian yang bernilai Rp. 5.000.000,- atau lebih dalam rangkap tiga :
·         Lembar pertama, untuk Wajin Pajak penerima hadiah undian
·         Lembar kedua, untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat penyelenggara undian terdaftar   sebagai Wajib Pajak
·         Lembar ketiga, untuk penyelenggara undian sebagai arsip.
Bagi hadiah undian yang bernilai kurang dari Rp. 5.000.000,- harus dibuatkan daftar nominatif tersendiri yang berisikan nama pemenang dan besarnya nilai hadiah undian. Daftar tersebut dibuat dalam rangkap dua  :
·      Lembar pertama, untuk Kantor Pelayanan Pajak
·      Lembar kedua, untuk penyelenggara undian.
Berdasrkan data SPT dan bukti pemotongan pajak tersebut, Direktorat Jendral Pajak melakukan pencocokan data untuk mencocokkan apakah pemotongan dan penyetoran benat atau tidak.
5.      Waktu Penyetoran dan cara bayar PPh atas hadiah undian
Waktu penyetoran PPh atas hadiah undian :
1.      PPh atas hadiah undian harus disetorkan oleh pemotong atau pemungut PPh ke Bank Persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
2.      Penyetoran dilakukan dengan cara menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) dan kolom NPWP diisi NPWP penyelenggara undian.
6.      Waktu Pelaporan dan Tata Caranya
Pelaporan pemotong atau pemungut PPh atas hadiah undian wajib menyampaikan SPT Masa ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong atau pemungut terdaftar, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah bulan dibayarkan atau diserahkannya hadiah undian tersebut dengan dilampiri :
1.      SSP lembar ke-3
2.      Bukti pemotogan atau pemungutan PPh lembar ke-2 (apabila hadiah undian untuk setiap pembayaran atau penyerahan bernilai Rp. 5.000.000,- atau lebih)
3.      Daftar Bukti pemotongan.[5]

G.    Pajak persewaan tanah dan bangunan
1.      Dasar Hukum
a.       UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008.
b.      PP 29 TAHUN 1996 yang telah dubah terakhir dengan PP-5 TAHUN 2002 tentang Pembayaran PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
c.       KMK-394/KMK.04/1996 yang telah diubah terakhir dengan KMK-120/KMK.03/2002 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
d.      KEP - 227/PJ./2002 Tentang tatacara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
e.       KEP - 50/PJ./1996 Tentang Penunjukan WP OP dalam negeri tertentu sebagai pemotong PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
2.      Pengertian
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
3.      Objek dan tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
4.      Pemotong PPh
 (1) Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa.
(2) Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir (1) maka Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan **)
Orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak:
a.       Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
b.      Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut wajib memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
5.      Saat terutang
PPh atas Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan tersebut terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa
6.      Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan persewaan tanah dan/atau bangunan tsb pihak penyewa wajib:
a.       Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi;
b.      Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
c.       Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
 Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan tsb, pihak yang menyewakan wajib:
a.       Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
b.      Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
7.      Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 (2) Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan :
  • PT.Rahardi Sport Center (Pengusaha Kena Pajak) yang memiliki gedung kantor empat lantai menyewakan ruangan di lantai tiga gedung tersebut kepada PT.Gunung Abadi Jaya dengan nilai sewa 22.000.000 sebulan termasuk PPN, maka PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan gedung kantor tersebut adalah :
Nilai sewa termasuk PPN               : 22.000.000
PPN                                              :   2.000.000 -
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)            : 20.000.000
PPh Pasal 4 ayat (2)                      :   2.000.000
(20.000.000 x 10 %)
·         Amira (Bukan Pengusaha Kena Pajak) menyewakan rumah kepada CV.Makmur Jaya dengan nilai sewa 7.000.000 sebulan tanpa PPN, maka PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan rumah tersebut adalah :
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)            :   7.000.000
PPh Pasal 4 ayat (2)                      :      700.000
(7.000.000 x 10 %)



H.    Pajak atas Penghasilan Jasa Konstruksi
1.      Pengertian
1)      Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi;
2)      Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
3)      Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
4)      Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
5)      Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan;
6)      Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
7)      Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa kontruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya;
8)      Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam suatu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan;
2.      Subjek dan Objek Pajak
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi.
3.      Tarif
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Memiliki Klasifikasi Usaha
Bentuk Pekerjaan
Klasifikasi Usaha
Tarif
Sifat
Pelaksanaan Konstruksi
Kecil
2% (*)
Final
Menengah dan Besar
3% (*)
Final
Perencanaan dan Pengawasan
Kecil, Menengah dan Besar
4% (*)
Final
Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha
Bentuk Pekerjaan
Tarif
Sifat
Pelaksanaan Konstruksi
4% (*)
Final
Perencanaan dan Pengawasan
6% (*)
Final
(*) dari jumlah/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
Ketentuan ini berlaku 1 Agustus 2008, dalam hal :
1.      Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama;
2.      Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut setelah tgl 31 Desember 2008, maka :
a.       Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan lama;
b.      Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah 31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan baru.
4.      Tata Cara Pemotongan
  1. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.
  2. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin.
5.      Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
  1. Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
  2. Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa masa pajak berakhir;
Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
6.      Contoh Pajak Pengasilan atas Penghasilan Jasa Konstruksi

PPN Jasa Konstruksi
PPN atas Jasa Konstruksi dikenakan Sebesar 10% dari saksi Jasa Konstruksi.(Bila kontrak sudah termasuk PPN maka dikalikan 10/110%) PPN terutang saat Pembayaran atau penyerahan Hasil Konstruksi.
Bendahara Inspektorat Provinsi melakukan pembangunan gedung, adapun PT  Rindu Tender sebagai pelaksana konstruksi, dan  Konsultan perencana adalah Ahmad   sebagai perencana konstruksi.
Pada tanggal 31 Okt 2012 dilakukan pembayaran atas kontrak perencanaan oleh Ahmad sebagai konsultan perencana sebesar Rp44.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN)
Pada tanggal 4 Nov 2012 dilakukan pembayaran kepada PT XYZ atas Progress Pelaksanaan Konstruksi sebesar Rp1.100.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN)
Bagaimana menghitung kewajiban Perpajakannya?
A.PPn
-Perencanaan Konstruksi oleh Ahmad
Rp 44.000.000,00 x 10 / 110% = Rp 4.000.000,00
-Pelaksaan Konstruksi oleh PT XYZ
Rp 1.100.000.000,00 x 10 / 110 % = Rp 100.000.000,00
b.PPh
-Perencanaan Kostruksi oleh Konsultan Perencaan Ahmad yaitu =
(Kontrak - PPN) x 4 % = (Rp 44.000.000,00 - Rp 4.000.000) x 4 %  = Rp 1.600.000,00

-Pelaksanaan Konstruksi oleh PT XYZ
yaitu = (Kotrak - PPN x 3%) = Rp .(Rp.1.100.000.000,00 - Rp 1.000.000.000) x3 % = Rp 1.000.000.000 x 3 % = Rp 30.000.000,00
Jadi yang diterima konsultan perencaan = Kontrak - PPN - PPh = Rp 44.000.000,00 - Rp 4.000.000,00 - Rp 1.600.000,00 = Rp. 38.400.000,00
Jadi yang diterima Pelaksaan Konstruksi = Kontrak - PPN -PPh = Rp 1.100.000.000,00 - Rp 100.000.000,00 - Rp 30.000.000,00 = Rp 970.000.000,00


[1] www.pajak.go.id
[2] www.pajak.net
[3] Op. Cit
[4] Op. Cit
[5] www. pajak.net

2 komentar: