Pajak Penghasilan
atas Penghasilan Tertentu terkandung dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan
Pasal tersebut Pajak Penghasilan yang bersifat final terdiri atas:
1.
Penghasilan
berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
2.
Penghasilan
berupa hadiah undian
3.
Penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
4.
Penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5.
Penghasilan
tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Sesuai dengan ketentuan pada
ayat (1), penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan
objek pajak. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
-
perlu adanya dorongan dalam
rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
-
kesederhanaan dalam
pemungutan pajak;
-
berkurangnya beban
administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
-
pemerataan dalam pengenaan
pajaknya; dan
-
memerhatikan perkembangan
ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan
perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya.
Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak
atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata
carapelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diaturdengan Peraturan
Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang
berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note,
Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat
Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat
Perbendaharaan Negara.
A.
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito
dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
1.
Pengertian:
Deposito
yang dimaksud adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk
deposito berjangka, sertifikat deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposit on call, baik dalam rupiah
maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2.
Dasar
Hukum:
Peraturan
Pemerintah Nomor 131 tahun 2000.
3.
Objek
Pajak:
a.
Bunga
Deposito dan Tabungan, termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari
deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan
atau tempat kedudukan di Indonesia atau cabang Bank luar negeri di Indonesia.
b.
Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
4.
Tarif
dan Sifat Pemotongan Pajak:
a.
Sebesar
20% dari Jumlah Bruto dan Bersifat Final, atas bunga dan Diskonto yang terutang
atau dibayarkan kepada penerima penghasilan baik orang pribadi maupun badan
dalam negeri dan BUT di Indonesia.
b.
Sebesar
20% dari jumlah Bruto atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda dan Bersifat final.
5.
Pengecualian
dari Pemotongan Penghindaran Pajak Penghasilan.
a.
Bunga
dari Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI sepanjang jumlahnya tidak
melebihi Rp.7.500.000,00 dan bukan meupakan jumlah yang dipecah-pecah.
b.
Bunga
dan Diskonto yang diterima atau diperoleh Bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang Bank Luar Negeri di Indonesia
c.
Bunga
Deposito dan Tabungan, serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d.
Bunga
Tabungan pada Bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun
sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Pemberian pengecualian
dari pemotongan PPh kepada dana pensiun berdasarkan Surat Keterangan Bebas
(SKB) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana Pensiun yang
bersangkutan terdaftar. SKB diberikan terhadap tabungan dan deposito serta
diskonto SBI
6.
Contoh
Penghitungan
·
Tuan
Budi menyimpan uang di Bank A berbentuk deposito sebesar Rp.100.000.000,00
dengan tingkat suku bunga 12% per tahun sehingga menerima bunga setiap bulan
sebesar Rp.1.000.000,00
Bunga
sebesar Rp.1.000.000,00 dipotong PPh pasal 4 ayat (2) sebesar:
Rp.1.000.000,00
x 20% = Rp.200.000,00
Uang yang diterima Tuan Budi dari bunga deposito per
bulan sebesar:
Rp.1.000.000,00 - Rp.200.000,00 = Rp.800.000,00
·
Tuan
Aditya Menyimpan Uang di Bank A berbentuk deposito sebesar Rp.7.000.000,00
dengan tingkat suku bunga 12% per tahun sehingga menerima bunga setiap bulan
sebesar Rp.70.000,00 atas bunga sebesar Rp.70.000,00 tidak dipotong PPh Pasal 4
ayat (2) karena nilai deposio kurang dari Rp.7.500.000,00
B.
Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi
dan Surat Utang Negara
1.
Pengertian
Obligasi
adalah surat utang atau surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan.
Bunga
Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Atas
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga obligasi
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat Final.
2.
Dasar
Hukum
Peraturan
Pemerintah Nomor 16 tahun 2009 ditetapkan tanggal 9 Februari 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
3.
Objek
Pajak dan Pengecualiannya:
Objek Pajak
yang dimaksud adalah pendapatan atas bunga obligasi sebagaimana dalam
pengertian di atas. Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek
Pajak jika penerimaannya adalah:
·
Wajib
Pajak Dana Pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf h UU PPh.
·
Wajib
Pajak Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.
4.
Tarif
Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga Obligasi ini
adalah:
a.
Bunga
dari Obligasi dengan kupon sebesar:
·
15%
(lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
·
20%
(dua puluh persen) aau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain
BUT, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
b.
Diskonto
dari obligasi dengan kupon sebesar:
·
15%
(lima belas persen) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
·
20%
(dua puluh persen) atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain
BUT, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atsa harga perolehan
obligasi tidak termasuk bunga berjalan.
c.
Diskonto
dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
·
15%
(lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
·
20
% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WLPN selain
BUT, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
obligasi
d.
Bunga
dan atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau dipeoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
sebesar:
·
0%
(nol Persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010
·
5%
(lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013
·
10%
(sepuluh persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya
5.
Pemotong
PPh atas obligasi adalah:
a.
Penerbit
Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh
tempo Bunga Obligasi, dan Diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga
pada saat jatuh tempo obligasi
b.
Perusahaan
efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara dan/atau pembeli atas bunga
dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
6.
Contoh
Penghitungan dan Pemotongan SPN (Surat Perbendaharaan Negara)
a.
Pada
Tanggal 1 Mei 2008, pemerintah A (emiten) menerbitkan Surat Perbendaharaan
Negara sebagai berikut:
·
Nilai
nominal Rp.100.000.000,00
·
Jangka
waktu SPN 12 (dua belas) bulan jatuh tempo tanggal 1 Mei 2009
·
PT
D (investor) pada saat penerbitan perdana membeli SPN dengan harga
Rp.94.000.000,00
·
PT
D tetap memegang SPN tersebut hingga saat jatuh tempo
Penghitungan diskonto dan PPh final terutang oleh PT D
pada saat jatuh tempo SPN adalah sebagai berikut:
·
Diskonto:
Rp.100.000.000,00 – Rp.94.000.000,00 = Rp.6.000.000,00
·
PPh
Final: 20% x Rp.6.000.000,00 = Rp.1.200.000,00
Dipotong
oleh emiten atau kusodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran
b.
Pada
contoh sebelumnya PT D tidak memegang SPN tersebut sampai saat jatuh tempo
melainkan menjual seluruh SPN tersebut kepada PT M pada tanggal 1 Juli 2008 (di
Pasar sekunder) melalui perusahaan efek PT X sekuritas dengan harga jual
Rp.95.000.000,00. Penghitungan diskonto dan PPh final terutang oleh PT D pada
saat penjualan SPN tanggal 1 juli 2008 adalah sebagai berikut:
·
Diskonto:
Rp.95.000.000,00 – Rp.94.000.000,00 = Rp.1.000.000,00
·
PPh
Final: 20% x Rp.1.000.000,00 = Rp. 200.000,00 dipotong oleh PT X sekuritas
selaku pedagang perantara
c.
Pada
tanggal 1 Agustu 2008 PT M menjual Surat Perbenndaharaan
C.
Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang
dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggita Koperasi orang Pribadi
1.
Objek
Pajak dan Pengecualiannya:
Setiap bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi
kepada anggota Koperasi orang pribadi merupakan Objek Pajak. Namum demikian
atas penghasilan bunga simpanan yang jumlahnya tidak melebihi Rp.240.000,00 per
bulan tidak dikenakan Pajak
2.
Tarif
Pajak:
Besarnya
Pajak Penghasilan atas bunga simpanan ini adalah:
a.
0%
(nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00
b.
10%
(sepuluh persen) dari jumlah broto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp.240.000,00 per bulan
3.
Pemotong
Pajak:
Pemotong Pajak ini
adalah koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota
koperasi orang pribadi.
D.
Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek
1.
Dasar
Hukum
Peraturan pemerintah
Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 / 1997
Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan atau
penghasilan yang diterimaatau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa
efek.
Atas penghasilan yang
diterima tau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham
di bursa efek dipungut pajak penghasilan yang bersifat final. Pemungutan Pajak
Penghasilan tersebut bersifat final dan oleh karena itu apabila Wajib Pajak
menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari transaksi penjualan
saham di bursa efek, penghasilan tersebut tidak perlu digabungkan dengan
penghasilan lainnya dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Demikian pula, pajak
penghasilan yang telah dipotong tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan tang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
2.
Pengertian
a.
Bursa
efek adalah penyelenggaraan transaksi jual beli efek, seperti Bursa Efek
Indonesia dan Bursa Paralel Indoneia ;
b.
Perantara
perdagangan efek adalah perusahaan yang telah menjadi anggota bursa yang
melakukan transaksi jual beli efek di bursa, baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan pihak lain ;
c.
Pendiri
adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang
Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana (initial public offering – IPO) menjadi efektif.
Termasuk dalam pengertian pendiri adalah orang pribadi
atau badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri karena:
a.
Warisan
b.
Hibah
yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosila atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan ;
c.
Cara
lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut.
Saham
pendiri adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori “pendiri”
sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas.
Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
a.
Saham
yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan
setelah penawaran umum perdana (initial
public offering – IPO);
b.
Saham
yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
a.
Saham
yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham;
b.
Saham
yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana (initial public offering) yang berasal dari pelaksanaan hak
pemesanan efek terlebih dahulu (right
issue), waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya;
c.
Saham
yang diperoleh pendri perusahaan reksadan.
3.
Tarif
Pajak
a.
Besarnya
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1% (satu per
seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham, baik saham biasa
maupun saham pendiri.
b.
Khusus
untuk transaksi penjualan saham pendiri, terhadap pemilik saham pendiri
dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai
jual saham. Nilai jual saham dimaksud ditetapkan sebagai berikut.
·
Bagi
perusahaan yang telah menjual sahamnya di bursa efek sebelum tanggal 1 Januari
1997, nilai jual saham ditetapkan sebesar nilai saham pada saat penutupan bursa
diakhir tahun 1996 (30 Desember 1996).
·
Apabila
saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah 1 Januari 1997,
nilai jual saham tersebut ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran
umum perdana.
Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak
memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini,
atas penghasilan berupa capital gain
dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai
dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Oleh karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan pilihannya
itu kepada Direktur Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
4.
Pengenaan
Pajak
Pengenaan pajak
penghasilan sebesar 0,1% (satu per seribu) untuk setiap transaksi penjualan
saham, dilakukan dengan cara pemotongan oleh penyelenggaraan burs efek melalui
perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Adapun
tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% (setengah persen) dikenakan terhadap
pemilik saham pendiri dan penyetornya dilakukan oleh emiten atas nama pemilik
saham pendiri.
5.
Tata
cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang sebesar 0,1% (nol
koma satu persen) untuk setiap transaksi penjualan saham, dilakukan oleh
penyelenggaraan bursa efek sebagai berikut.
a.
Pemotongan
Pajak Penghasilan oleh penyelengaraan bursa efek dilakukan melalui perantara
pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Transaksi
penjualan saham di bursa efek hanya dapat dilakukan oleh investor melalui
perantara pedagang efek, sehingga penyelenggaraan bursa efek tidak dapat
melakukan pemotong secara langsung pada pihak yang menjual saham. Oleh karena
itu, pemotongan Pajak Penghasilan harus dilakukan melalui perantara pedagang
efek pada saat perantara tersebut melakukan pelunasan transaksi penjual
tersebut kepada investor. Dengan demikian, perantara pedagang efek ikut
bertanggung jawab atas pemotongan Pajak Penghasilan tersebut.
b.
Penyelenggara
bursa efek wajib menyetor Pajak Penghasilan tersebut ke bank persepsi atau
Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah
bulan terjadinya transaksi penjualan saham. Sebagai contoh, untuk transaksi
penjualan saham yang terjadi selama bulan September 1997, Pajak Penghasilan
yang telah dipotong oleh penyelenggara bursa efek harus disetorkan selambat-lambatnya
tanggal 20 Oktober 1997.
c.
Penyelenggaraan
bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak
Penghasilan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat
selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan yang sama dengan bulan
penyetoran.
Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang
terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.
1.
Emiten
atas nama yang terutang sebesar 0,5% kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos:
a.
Sebelum
penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya tanggal 29 November 1997, apabila
saham tersebut telah diperdagangan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
b.
Sebelum
penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut
diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.
2.
Emiten
wajib menyampaikan laporan mengenai penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang
terutang tersebut kepada Kepala Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya
tanggal 20 (dua puluh ) bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.
Laporan dimaksud sekurang-kurangnya berisikan:
a.
Nama
dan NPWP pemilik saham pendiri;
b.
Nilai
saham;
c.
Pajak
Penghasilan Terutang;
d.
Tanggal
penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak (SSP) lembar ke – 3.
3.
Emiten
wajib melaporkan kepada penyelenggaraan bursa efek bahwa atas seluruh saham
pendiri telah dibayarkan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%, sehingga
untuk selanjutnya transaksi penjualan saham pendiri hanya dikenakan Pajak
Penghasilan 0,1%.
6. Contoh Perhitungan
Aturan Yang Berlaku Saat ini (PP no 14 Tahun 1997):
Besarnya pajak
penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan dari jumlah bruto transaksi penjualan saham di bursa efek adalah 0,1%.
Contoh:
Seseorang atau
badan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp 100 per lembar. Maka ia
dikenakan pajak penghasilan sebesar: 0,1% X Rp 1000 X Rp 100 = Rp 1000.
Pemegang saham
pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 0,5% dari nilai transaksi
penjualan pada saat penjualan umum saham perdana (IPO) dan bersifat final.
Contoh:
Pemegang saham
pendiri menjual 1000 lembar saham pada saat IPO dengan harga pada saat IPO Rp
100 per lembar. Maka ia dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 0,5% X
1000 X 100 = Rp 5000
Aturan Yang Akan
Dirilis Pemerintah:
Besarnya pajak
penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan dari jumlah bruto transaksi penjualan saham di bursa efek adalah
0,1%.
Contoh:
Contoh:
Seseorang atau
badan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp 100 per lembar. Maka ia
dikenakan pajak penghasilan sebesar : 0,1% X Rp 1000 X Rp 100 = Rp 1000.
Pemegang saham
pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan sebesar 5% yang dihitung dari
keuntungan transaksi penjualan (capital gain) dan bersifat tidak final. Pajak
Pph ini bisa dikreditkan di akhir tahun.
Contoh:
Pemegang saham
pendiri menjual 1000 lembar saham dan harga per lembar 100. Ketika nantinya
dijual ia misalnya mendapat keuntungan Rp 10. Maka ia dikenakan pajak
penghasilan sebesar 5% X Rp10 = Rp 0,5. Tetapi besar pajak ini belum final,
bisa dikreditkan akhir tahun buku. Pajak ini bisa mengurangi kewajiban
perpajakan di akhir tahun buku.
E.
Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak
Tanah dan Bangunan
1.
Pengertian
Atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh).
Pengalihan
atas Tanah dan/atau Bangunan adalah:
a.
penjualan, tukar-menukar, perjanjian
pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain
yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
b.
penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus;
c.
penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
2.
Dasar Hukum
- Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48
tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan;
- Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan
Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan nomor 635/KMK.04/1994 tentang
Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan
Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara
Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-80/PJ/2009 tentang
Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan;
f.
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-6/PJ.03/2008 tentang
Penyampaian Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga
atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan atas P
3.
Pembayar atau Penyetor PPh
- Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
- Bendahara Pemerintah atau Pejabat yang melakukan
pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
4.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
a.
Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau
organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun
diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar
PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai
tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
·
dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah,
adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
·
dalam hal pengalihan hak sesuai dengan
peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Dalam hal
pengalihan hak kepada Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara
Pemerintah atau pejabat yang berwenang. NJOP adalah NJOP menurut Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal
SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya. Apabila tanah dan
atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang
dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak setempat.
- Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas
tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan
Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen) dari
jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah
dan atau bangunan.
5.
Dikecualikan dari Kewajiban
Pembayaran/Pemungutan PPh
a.
Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan
atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan,
berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
b.
Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang
dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecahpecah, oleh Orang Pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
c.
Pengalihan hak kepada Pemerintah untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
d.
Pengalihan hak sehubungan dengan warisan,
berdasarkan SKB.
e.
Dalam rangka penggabungan, peleburan dan
pemekaran usaha dengan nilai buku, berdasarkan SKB.
6.
Tata Cara Penyetoran dan Pemungutan
- Orang
Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh
yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan
perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan pada SSP
wajib dicantumkan:
- Nama,
alamat dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang
bersangkutan.
- Lokasi
tanah dan atau bangunan yang dialihkan
- Nama
pembeli
- Orang
Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah) tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi
PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang
bersangkutan.
- Bendahara
Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke
Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran
atau tukar-menukar dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan.
F.
Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian
1. Pengertian PPh atas hadiah undian
Pengenaan PPh atas
hadiah undian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasila (PPh) Atas Hadiah Undian. Dalam peraturan tersebut, hadiah
undian yang dibayarkan atau diserahkan kepada orang pribadi ataupun badan
dikenakan PPh yang bersifat final.
Adapun pengertian
hadiah undian disini adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan melalui undian.[1]
Pendapat lain, PPh atas hadiah undian adalah PPh yang dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang
menerima atau memperoleh penghasilan berupa hadiah undian baik dalam bentuk
uang, barang maupun kenikmatan.[2]
Sedangkan maksud PPh yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan tertentu
dimana mekanisme pemajakannya telah dianggap selesei pada saat dilakukan
pemotongan, pemungutan, atau penyetoran sendiri Wajib Pajak yang bersangkutan.
2. Pemotong atau pemungut PPh atas
hadiah undian
Pemotong atau pemungut
PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian yang dapat berbentuk orang
pribadi, badan, kepanitiaan, organisasi, dan pengusaha.
3. Tarif PPh atas Hadiah Undian
PPh atas hadiah undian
adalah berupa hadiah undian dan bukan merupakan suatu imbalan langsung atas pekerjaan
atau jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak, dan cara memperolehnya juga tidak
memerlukan biaya dan tenaga sebagaimana yang terjadi dalam imbalan atas
pekerjaan, maka PPh yang wajib dipotong atau dipungut atas hadiah undian adalah
25%.[3]
Bagian 25% tersebut adalah dari :
1.
Jumlah
bruto hadiah undian yang dibayarkan berupa uang, atau
2.
Nilai
pasar hadiah undian yang berupa natura atau kenikmatan yang diserahkan.
Pemotongan atau pemungutan PPh tersebut bersifat
final.[4]
Atas hadiah atau penghargaan, perlombaan, penghargaan
dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan
PPh sesuai ketentuan berikut :
“ dikenakan
PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 17 UU PPh, bila penerima Wajib Pajak orang
pribadi Dalam Negeri dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% dan bersifat final dari
jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dan persetujuan penghindaran pajak
berganda yang berlaku. Bila penerina Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT
dikenakan pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.”
4. Waktu terutang PPh atas hadiah
undian
PPh atas
hadiah undian terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atas
diserahkannya hadiah undian. PPh dipotong atau dipungut oleh penyelenggara
undian sebagai pemotong atau pemungut pajak, sebelum hadiah undian dibayarkan
atau diserahkan kepada yang berhak. Untuk memastikan PPh yang dipotong oleh
pihak penyelenggara undian telah disetorkan ke Kas Negara, Direktorat Jenderal
Pajak membuat sitem pengawasan.
Penyelenggara undian wajib membuat dan memberikan bukti pemotongan PPh
atas hadiah undian untuk setiap pembayaran atau penyerahan hadiah undian yang
bernilai Rp. 5.000.000,- atau lebih dalam rangkap tiga :
·
Lembar
pertama, untuk Wajin Pajak penerima hadiah undian
·
Lembar
kedua, untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat penyelenggara undian terdaftar sebagai Wajib Pajak
·
Lembar
ketiga, untuk penyelenggara undian sebagai arsip.
Bagi hadiah undian
yang bernilai kurang dari Rp. 5.000.000,- harus dibuatkan daftar nominatif
tersendiri yang berisikan nama pemenang dan besarnya nilai hadiah undian.
Daftar tersebut dibuat dalam rangkap dua
:
·
Lembar
pertama, untuk Kantor Pelayanan Pajak
·
Lembar
kedua, untuk penyelenggara undian.
Berdasrkan data SPT
dan bukti pemotongan pajak tersebut, Direktorat Jendral Pajak melakukan
pencocokan data untuk mencocokkan apakah pemotongan dan penyetoran benat atau
tidak.
5. Waktu Penyetoran dan cara bayar
PPh atas hadiah undian
Waktu penyetoran PPh atas hadiah undian :
1.
PPh
atas hadiah undian harus disetorkan oleh pemotong atau pemungut PPh ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak.
2.
Penyetoran
dilakukan dengan cara menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) dan kolom NPWP
diisi NPWP penyelenggara undian.
6. Waktu Pelaporan dan Tata Caranya
Pelaporan pemotong atau pemungut PPh atas hadiah
undian wajib menyampaikan SPT Masa ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong
atau pemungut terdaftar, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya
setelah bulan dibayarkan atau diserahkannya hadiah undian tersebut dengan
dilampiri :
1.
SSP
lembar ke-3
2.
Bukti
pemotogan atau pemungutan PPh lembar ke-2 (apabila hadiah undian untuk setiap
pembayaran atau penyerahan bernilai Rp. 5.000.000,- atau lebih)
3.
Daftar
Bukti pemotongan.[5]
G. Pajak
persewaan tanah dan bangunan
1. Dasar
Hukum
a.
UU
PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU PPh nomor 36
tahun 2008.
b.
PP
29 TAHUN 1996 yang telah dubah terakhir dengan PP-5 TAHUN 2002 tentang
Pembayaran PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
c.
KMK-394/KMK.04/1996
yang telah diubah terakhir dengan KMK-120/KMK.03/2002 Tentang Pelaksanaan
Pembayaran dan Pemotongan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan
d.
KEP
- 227/PJ./2002 Tentang tatacara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan PPh
Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
e.
KEP
- 50/PJ./1996 Tentang Penunjukan WP OP dalam negeri tertentu sebagai pemotong
PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
2.
Pengertian
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan
industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
3. Objek
dan tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib
Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% (sepuluh persen)
dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau
bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
4.
Pemotong PPh
(1) Apabila
penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa.
(2) Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan
Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir (1) maka Pajak
Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan **)
Orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak:
a.
Akuntan,
arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan
bebas;
b.
Orang
pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut wajib
memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat
Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
5. Saat
terutang
PPh atas Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan tersebut terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa
6. Tatacara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan
persewaan tanah dan/atau bangunan tsb pihak penyewa wajib:
a.
Memotong
Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa,
tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi;
b.
Menyetor
Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa;
c.
Melaporkan
pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan
Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah
bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
Dalam
melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau
bangunan tsb, pihak yang menyewakan wajib:
a.
Menyetor
Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro
paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa;
b.
Melaporkan
pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor pelayanan
Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah
bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
7. Contoh
Perhitungan PPh Pasal 4 (2) Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau
Bangunan :
- PT.Rahardi Sport
Center (Pengusaha Kena Pajak) yang memiliki gedung kantor empat lantai
menyewakan ruangan di lantai tiga gedung tersebut kepada PT.Gunung Abadi
Jaya dengan nilai sewa 22.000.000 sebulan termasuk PPN, maka PPh Pasal 4
ayat (2) atas persewaan gedung kantor tersebut adalah :
Nilai sewa termasuk
PPN
: 22.000.000
PPN
: 2.000.000 -
Objek PPh Pasal 4 ayat
(2) :
20.000.000
PPh Pasal 4 ayat
(2)
: 2.000.000
(20.000.000 x 10 %)
·
Amira
(Bukan Pengusaha Kena Pajak) menyewakan rumah kepada CV.Makmur Jaya dengan
nilai sewa 7.000.000 sebulan tanpa PPN, maka PPh Pasal 4 ayat (2) atas
persewaan rumah tersebut adalah :
Objek PPh Pasal 4 ayat
(2) :
7.000.000
PPh Pasal 4 ayat
(2)
: 700.000
(7.000.000 x 10 %)
H.
Pajak atas Penghasilan Jasa Konstruksi
1.
Pengertian
1)
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa
konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi;
2)
Pekerjaan Konstruksi adalah
keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
3)
Perencanaan Konstruksi adalah
pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
4)
Pelaksanaan Konstruksi adalah
pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan
atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi
yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan,
pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta
model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
5)
Pengawasan Konstruksi adalah
pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan
pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai
dan diserahterimakan;
6)
Pengguna Jasa adalah orang pribadi
atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
7)
Penyedia jasa adalah orang
perseorangan atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa kontruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya;
8)
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah
nilai yang tercantum dalam suatu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan;
2. Subjek dan Objek Pajak
Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha
di bidang jasa konstruksi.
3. Tarif
Wajib
Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari
jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Memiliki
Klasifikasi Usaha
Bentuk Pekerjaan
|
Klasifikasi Usaha
|
Tarif
|
Sifat
|
Pelaksanaan Konstruksi
|
Kecil
|
2% (*)
|
Final
|
Menengah dan Besar
|
3% (*)
|
Final
|
|
Perencanaan dan Pengawasan
|
Kecil, Menengah dan Besar
|
4% (*)
|
Final
|
Tidak
Memiliki Klasifikasi Usaha
Bentuk Pekerjaan
|
Tarif
|
Sifat
|
Pelaksanaan Konstruksi
|
4% (*)
|
Final
|
Perencanaan dan Pengawasan
|
6% (*)
|
Final
|
(*)
dari jumlah/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
Ketentuan
ini berlaku 1 Agustus 2008, dalam hal :
1.
Kontrak yg ditandatangani sebelum 1
Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut
dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama;
2.
Kontrak yg ditandatangani sebelum 1
Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut
setelah tgl 31 Desember 2008, maka :
a.
Berita acara serah terima
penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31 Desember 2008, maka
tunduk pada ketentuan lama;
b.
Berita acara serah terima
penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah 31 Desember 2008, maka
tunduk pada ketentuan baru.
4. Tata Cara Pemotongan
- Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah,
subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong
oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.
- Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor
sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan
termin.
5. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan
- Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui
pemotongan, maka Pembayaran atau penyetoran pajak disetor ke bank persepsi
atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir;
- Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus
disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib menyetor ke bank
persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah
masa masa pajak berakhir;
Wajib Pajak wajib menyampaikan
laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui Surat Pemberitahuan
Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa pajak
berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
6.
Contoh
Pajak Pengasilan atas Penghasilan Jasa Konstruksi
PPN Jasa Konstruksi
PPN atas Jasa
Konstruksi dikenakan Sebesar 10% dari saksi Jasa Konstruksi.(Bila kontrak sudah
termasuk PPN maka dikalikan 10/110%) PPN terutang saat Pembayaran atau
penyerahan Hasil Konstruksi.
Bendahara
Inspektorat Provinsi melakukan pembangunan gedung, adapun PT Rindu Tender sebagai pelaksana konstruksi,
dan Konsultan perencana adalah Ahmad
sebagai perencana konstruksi.
Pada
tanggal 31 Okt 2012 dilakukan pembayaran atas kontrak perencanaan oleh Ahmad
sebagai konsultan perencana sebesar Rp44.000.000,00 (kontrak sudah termasuk
PPN)
Pada
tanggal 4 Nov 2012 dilakukan pembayaran kepada PT XYZ atas Progress Pelaksanaan
Konstruksi sebesar Rp1.100.000.000,00 (kontrak sudah termasuk PPN)
Bagaimana
menghitung kewajiban Perpajakannya?
A.PPn
-Perencanaan
Konstruksi oleh Ahmad
Rp
44.000.000,00 x 10 / 110% = Rp 4.000.000,00
-Pelaksaan
Konstruksi oleh PT XYZ
Rp
1.100.000.000,00 x 10 / 110 % = Rp 100.000.000,00
b.PPh
-Perencanaan Kostruksi oleh Konsultan Perencaan Ahmad
yaitu =
(Kontrak - PPN) x 4 % = (Rp 44.000.000,00 - Rp
4.000.000) x 4 % = Rp 1.600.000,00
-Pelaksanaan Konstruksi oleh PT XYZ
yaitu = (Kotrak - PPN x 3%) = Rp .(Rp.1.100.000.000,00
- Rp 1.000.000.000) x3 % = Rp 1.000.000.000 x 3 % = Rp 30.000.000,00
Jadi yang diterima konsultan perencaan = Kontrak - PPN
- PPh = Rp 44.000.000,00 - Rp 4.000.000,00 - Rp 1.600.000,00 = Rp.
38.400.000,00
Jadi
yang diterima Pelaksaan Konstruksi = Kontrak - PPN -PPh = Rp 1.100.000.000,00 -
Rp 100.000.000,00 - Rp 30.000.000,00 = Rp 970.000.000,00
teh suci...info nya bagus sekali...nuhun nyaa
BalasHapusTerima Kasih atas informasinya kak :)
BalasHapus